Banjarmasin, Kalimantan Selatan

Long journey has begun. Where I was born and grew up with an incredibly loving and supportive family ^^ (photo by Soul-creation).

Sleman, Yogyakarta

When I Spent a long time here full of experience (photo by hipi.info).

Pasar Minggu, Jakarta Selatan

The new town where I started college life and finally found my prince ^^ (photo by mrgooglass).

Sekayu, Sumatera Selatan

Where I Have a New Family that I Love too (photo by idonotdespair).

Depok, Jawa Barat

When we started a new life here with our two little angles ^^ (photo by florist online) .

Kamis, 02 Agustus 2012

99 Fakta Ramadhan di Dunia


Sempatkah kita berpikir atau sedikit berhayal, apa yang umat Islam lakukan di Dunia saat Ramadhan tiba (?) Pastinya kita akan banyak menemukan keunikan, keragaman dan keanehan. Rasanya kita setuju bahwa planet bumi yang kita pijaki ini memiliki satu bulan, tapi fakta bulan yang menempatkan pada waktu Ramadhan itu memiliki jutaan keragaman aktivitas dengan tujuan yang satu, puasa dan peningkatan spritual yang seragam di bulan itu. Untuk mengetahui aktivitas apa saja yang akan dilakukan muslim di Dunia pada Ramadhan, marilah kita simak fakta dari budaya, kebiasaan, candaan, atau hal-hal lainnya tentang Ramadhan yang dikumpulkan oleh team dan perwakilan Cordova di belahan bumi.
Amerika
1. Puasa tahun ini sampe 15 jam
2. Ramadhan tepat di puncak Summer
3. Tidak terdengar suara adzan, tidak ada kentungan atau imsak
4. Buka puasa dengan hotdog, or burger
5. Suasananya seperti bulan biasa
6. Masjid Nurul Mustafa, di pinggir kota Johnston County, North Carolina, selalu marak saat ramadhan dengan lampu-lampu hias.
Australia
7. Jangan telat sholat Tarawih di Masjid Lakemba, coz parkir mobilnya Selalu penuh.
8. Belanja Persiapan Buka Puasa di Toko Asia di Perth
9. Masjid Gold Coast selalu ramai jemaah saat waktu buka puasa
10. Selalu ditemukan remaja muslim yang menggenakan busana muslimah di Mall-mall
11. Houssam Dannaoui dari Medina Halal Meats bekerja dua kali lebih keras selama 30 hari Ramadhan
12. 30 Masjid di Melbourne dan sejumlah ruangan yang biasa dipakai shalat berjemaah selalu hangat dan ramai, seperti di Flemington dan Roxburgh Park
13. Steak dan kurma menjadi Menu favorit buka puasa di Australia
14. Muslim Australia ingin lebih banyak membaca atau memastikan bahwa mereka memiliki pakaian bagus untuk pergi ke masjid, karena tidak semua orang memakai jilbab sepanjang tahun.
15. Rumah makan menjadi pusat iftar (buka puasa) dan berjalan di seluruh kota
16. Wakil Presiden ICV (Islamic Centre Victoria) mengatakan kalau seluruh keluarganya berprilaku lebih baik selama bulan Ramadhan.
17. Di Canberra tidak ada perbedaan awal puasa.
Rusia
18. Puasa di Negeri Beruang putih tahun ini selama 17 jam
19. Buka puasa di masjid Yarjam, sebelah utara Moskow sangat menyenangkan. Umat Islam berkumpul hampir disetiap waktu sholat. Terlebih saat waktu buka puasa
20. Di masjid Yarjam terdapat Al-Quran terjemahan bahasa Indonesia.
21. Hampir di setiap masjid terdapat bazaar-bazaar dadakan setiap Ramadhan tiba. Mereka menjual buku-buku islami, souvenir, minyak wangi dan kopiah.
22. Di Rusia kini terdapat 8000 masjid, dan 20 juta muslim. Dua juta diantaranya berada di Moscow. Sehingga pada Ramadan, kota ini sangat semarak dengan nuansa Islami
Antartica
23. Aplikasi pengingat waktu sholat jadi andalan, begitu pun waktu berbuka maupun sahur.
24. Buka puasa dengan kopi atau teh hangat. Jika ada, bandrek atau bajigur menjadi minuman favorit.
Kanada
25. Komunitas muslim yang terbanyak di Toronto
26. Waktu puasa 14 jam, dari pukul 05.00 – 21.00
27. Menu khas buka puasa Kebab
28. Menjelang Iedul Fitri selalu ada Canada Exhibition, tempatnya di Rogger Centre. Selalu juga dikunjungi oleh pejabat teras.
Inggris
29. Mahasiswa muslim di University of Glasgow dapat menikmati buka puasa nasi kari ala Pakistan dan kurma di Masjid dan Islamic Center Kampus.
30. Organisasi-organisasi muslim di Inggris kerap mengadakan acara diskusi keislaman setiap Ramadhan tiba di setiap masjid.
Turki
31. Hidangan buka puasa di Turki menjadi sesuatu yang sangat menarik, karena hampir semua restoran yang ada menawarkan menu khusus yang sama.
32. Menu yang sering dihidangkan saat berbuka puasa adalah ‘Iftariye’ atau appetizer Plater. Terdiri dari kurma, zaitun, keju, pastirma, sujuk, roti pide dan juga berbagai kue-kue yang disebut “borek”.
33. Menu yang biasa disantap saat sahur adalah Makarna (makaroni) atau pilav (nasi Turki) dan yang spesial adalah Hosaf (komposto), semacam manisan buah-buahan.
34. Semarak Ramadhan di Turki mirip dengan di Indonesia, karena mayoritas penduduk Turki adalah muslim, maka hampir di setiap jalan dan masjid-masjid di Turki terang dengan lampu-lampu khas Ramadhan di Timur Tengah.
35. Di area Blue Mosque menjadi tempat favorit untuk menunggu waktu berbuka puasa
36. Buka puasa gratis di tenda iftar Blue Mosque
37. Setiap Kadir Night “Malam Lailatul Kadar” di masjid-masjid besar selalu di perlihatkan janggut Rasulullah SAW.
38. Televisi-televisi di Turki menayangkan aneka acara untuk menemani masyarakat santap sahur.
39. Masyarakat Turki lebih memilih minum teh saat berbuka maupun sahur.
40. Hiburan malam masih beroperasi
Kosovo
41. Ramadhan di negara ini akan menjadi sangat sibuk bagi para cendikiawan muslim, sebabnya mereka harus berdakwah ke semua pelosok negeri untuk mengisi dan meramaikan masjid-masjid.
42. Setiap tahunnya, di bulan Ramadhan, para cendikiawan dan para dermawan mengumpulkan dan mendistribusikan sekitar 20 ton daging untuk kaum duafa, rumah-rumah sakit, lembaga untuk orang-orang cacat dan kantin mahasiswa Pristhina.
43. Nuasa Ramadan begitu terasa di Kosovo di mana banyak toko-toko yang sudah menjual makanan khas tradisional, kurma dan bermacam-macam permen.
Jepang
44. Dorayaki jadi menu khas berbuka puasa
45. Masjid Jami Yoyogi, salahsatu masjid di sebelah Selatan Tokyo menjadi tempat menarik menanti waktu berbuka puasa (ngabuburit).
46. Setiap Ramadhan selalu ada agenda KMII (Komunitas Muslim Islam Indonesia) yang dihadiri bukan hanya WNI, tetapi muslim pribumi juga muslim dari negara lainnya. Acara rutin per-minggu itu selalu diadakan di masjid sambil buka bersama.
47. Sedikit sulit mencari masjid untuk shalat tarawih
Pakistan
48. Tidak ada berbuka puasa di Pakistan tanpa Samosa, warung Samosa yang bertebaran di Bulan Puasa menawarkan versi pedas dan manis. Samosa semacam roti yang dicampuri kacang dan daging.
49. Pakora plus saus hijau jadi cemilan saat sahur
50. Toko-toko di siang kebanyakannya tutup. Dan mulai buka setelah sholat Ashar hingga tengah malam
51. Hampir seluruh masjid baik di Islamabad maupun di kota-kota besar lainnya seperti Peshawar, Lahore, Multan, Karachi, menyediakan iftar jama’i (buka bersama) dengan menu andalan Chawal Briyani (Nasi Briyani ). Untuk ta’jil (hidangan pembuka) penduduk Pakistan selalu menghidangkan makanan tradisional ala sub-kontinen Pakoura dan Samosa
52. Menjelang akhir Ramadhan, seluruh masjid menyelenggarakan Sabina (mengkhatamkan al-Qur’an ) yang dibaca dalam sholat tarawih selama tiga hari menjelang akhir Ramadhan.
India
53. Adzan Maghrib hanya dikumandangkan di masjid dan daerah-daerah yang populasi umat Islamnya besar, seperti Hyderabad, Mumbai, New Delhi dan Kashmir
54. Waktu sahur pukul 05.15, dan waktu Maghrib pukul 18.30. Hampir sama dengan Indonesia.
55. Berpenduduk sekitar 1,1 Miliar (Jumlah penduduk terbesar kedua setelah Cina), dengan penduduk Muslim sekitar 156 Juta. Namun nuansa Ramadhan masih terasa hangat.
56. KBRI New Delhi dan KJRI Mumbai kerap melaksanakan sekaligus menjadi pusat rangkaian acara kegiatan selama Ramadhan.
57. Di Ikhla dan Jama Masjid, Delhi. Sepanjang Ramadhan menjadi tempat berkumpul bagi para mahasiswa dan masyarakat Indonesia. Karena kemudahan dalam memperoleh makanan khas ramadhan.
Jordan
58. Mansaf adalah hidangan khas Jordan. Terdiri dari daging domba yang dibumbui dengan rempah-rempah. Selalu tersedia untuk menu buka puasa.
59. Qantayyif adalah pancake lezat rasa kayu manis diisi dengan kenari dan gula. Selalu ada untuk ta’jil puasa.
60. Masjid Universitas Yarmouk selalu ramai dan padat saat tarawih dan itikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan
61. Mahasiswa Indonesia atau Warga Asing sering menjadi ‘selebritis dadakan’, karena sering diundang pada acara buka puasa di stasiun TV atau Radio. Juga orang Arab yang berebutan ingin mengundang buka puasa di rumahnya.
Palestina
62. Lentera dan lampu-lampu menyala di sudut-sudut lorong di kota Gaza
63. Tahun ini, sebagian rakyat gaza mengatakan bulan puasa akan berlangsung sulit. Selain cuaca sangat panas, di Gaza sering terjadi pemadaman listrik. Itu akibat bahan bakar yang minim di wilayahnya.
64. Suhu sangat tinggi, tidak ada kipas angin, tidak ada pendingin ruangan, dan tidak bisa menyimpan makanan di kulkas, karena tidak ada listrik.
65. Tahun ini warga Gaza kembali menikmati produk kemasan, seperti minuman kaleng, jus, selai dan manisan. Sebelumnya produk-produk itu tidak bisa masuk Gaza, karena diblokade tentara Israel.
66. Di kota tua Yerusalem, warga memadati gerbang Damaskus, pintu masuk ke pusat muslim. Mereka belanja beragam makanan yang menjadi santapan khas berbuka puasa
67. Di Masjid Al-Aqso umat Islam penuh dan padat sepanjang hari selama bulan Puasa.
Egypt
68. Fenomena ‘Maidah Rahman’ (hidangan kasihsayang), buka puasa gratis (ta’jil dan makan) di setiap Masjid dan tenda-tenda yang tersedia.
69. Polisi lalu lintas tanpa sungkan memegang mushaf Al-Quran dan membaca-nya di sela tugas di jalanan ibukota.
70. Penumpang bus berdesakkan sembari membaca Al-Quran dengan mushaf ditangannya.
71. Maraknya lampu dan lentera vinus bertuliskan ‘Ramadan Kareem’
72. Menjelang waktu Maghrib (buka puasa) jalanan kosong. Semua orang berhenti untuk berbuka puasa
Arab Saudi
73. Jumlah jemaah yang berada di Masjidil Haram dan kawasannya, lebih banyak saat Ramadhan ketimbang waktu musim haji. Karena saat haji, jemaah tidak berkumpul hanya di Makkah (Masjidil Haram). Berbeda dengan bulan puasa, mayoritas jemaah berada di Masjidil Haram.
74. Saat waktu buka puasa lebih dari 12.000 meter taplak meja dibentangkan setiap hari di areal Masjid. Petugas menyediakan makanan berbuka di Masjidil Haram, Kerajaan Saudi dan para dermawan mengeluarkan dana setiap hari mencapai sekitar setengah juta riyal Arab Saudi (sekitar 134.000 dolar AS) atau setara Rp 1,2 miliar.
75. Jumlah kurma yang dikonsumsi setiap hari oleh orang yang berbuka puasa di Masjidil Haram diperkirakan berjumlah lebih dari 5 juta buah. Artinya, dengan 1,2 juta orang Muslim yang mengerjakan shalat di Masjidil Haram, jumlah itu berarti sama dengan tiga kurma untuk setiap orang.
76. Penduduk asli berebutan mengajak WNA untuk berbuka puasa
77. Tarawih satu malam satu juz, sehingga selama Bulan Ramadhan khatam Al-Qur’an
78. Pahala umrah, puasa, ibadah lainnya di Masjidil Haram semakin berlipat
79. Setelah sholat Tarawih di Masjidil Haram, malamnya ada shalat Qiyamul Lail berjemaah
80. Harga-harga hotel melambung tinggi, tentunya berbeda dengan di Indonesia yang mengadakan promo saat bulan puasa.
81. Pengemis marak disepanjang jalur menuju Masjid
82. Ta’jil dengan kurma, gahwah (kopi khas Arab) dan air Zam-Zam
83. Syeikh Sudais (Imam Masjidil Haram) selalu memberikan infak, shadaqah dan zakat kepada ribuan mahasiswa di Timur Tengah
84. Harga-harga makanan dan bahan pokok kebutuhan rumahtangga stabil, bahkan tidak jarang memberikan diskon-diskon besar
85. Pertokoan dan dunia kerja lainnya, umumnya dimulai menjelang buka hingga waktu sahur.
Indonesia
86. Tetap semangat kejar setoran
87. Tiket KA ‘ludes’ 40 hari sebelum lebaran
88. Mudik menjadi budaya di akhir Ramadhan
89. Macet menjadi fenomena di setiap mudik dan arus balik
90. Kolak dan es buah menu favorit buka puasa
91. Pengemis marak di setiap traffic light dan masjid-masjid besar
92. Pesantren kilat menjamur
93. Masjid-masjid penuh di awal hingga pertengahan Ramadhan
94. Semangat ngaji dan tarawih
95. Meski dilarang, petasan menjadi suara khas di bulan Ramadhan
96. Siaran TV dan selebritis negeri menjadi sangat Islami
97. Harga Sembako naik tinggi setiap akhir Ramadhan
98. Ketupat menjadi makanan khas lebaran
99. Ucapan selamat hari raya yang ramai di sms mobile

(Sumber : http://cordova-travel.com/blog/2011/07/22/99-fakta-ramadhan-di-dunia/ )

7 YEARS OF LOVE

Cerpen Aisyah Wulansari Rahajeng

Desember 2011

Tak bosan. Tak akan pernah bosan aku menatap sesosok gadis di hadapanku. Tetap cantik, meski kini ia tengah terbaring lemah dengan wajahnya yang pucat pasi. Entah mengapa, dalam tak kesadarannya aku seakan melihatnya tengah tersenyum kepadaku. Senyum yang tak asing buatku. Senyum yang akrab menyapaku di setiap hari-hariku….. dulu,,,,
“Aku merindukanmu”
Ucapku terisak bukan untuk yang pertama kalinya. Aku yakin ia akan mendengar apa yang ku katakan, walau tubuhnya tak bergerak sedikitpun. Hanya suara dari mesin pendeteksi detak jantung yang ramaikan suasana yang ada kini. Aku merindukannya. Benar-benar merindukannya.
*****

28 Desember 2010

“Pritha, ada bintang jatuh!!!”
“Lalu?”
“Kata orang sih, kalau ada bintang jatuh… segala keinginan kita akan terwujud”.
“Apa kamu percaya sama hal itu? Kamu kan cowo?”
“Emang cowo nggak boleh percaya begituan?! Udah deh, mending kita coba dulu ajah!!”
Langit malam bersolek indah malam ini. Gemintang anggun hiasi kepekatan malamnya. Dan di bawah dekapan malamnya, ku habiskan waktu bersama Pritha, sahabatku. Seorang gadis cengeng yang periang, menyenangkan sekaligus menyebalkan. Gadis kecil keras kepala yang terus mengajakku untuk main boneka bersamanya, meski ia tahu bahwa aku seorang bocah laki-laki. Gadis cilik yang super cerewet dan mau menang sendiri. selalu memaksa aku untuk terus memboncengnya mengelilingi kompleks perumahan kami, meski kami sudah mengitarinya lebih dari 5 kali.
“Udah berapa lama ya kita saling kenal?” tiba-tiba pertanyaan itu terlontar dari bibirnya.
“Nggak tau!! Emang kenapa? Toh, pada awalnya aku terpaksa kan mau main dan kenal sama kamu!”
“Bawel amat sih, aku serius,Pram!!”
“Emang siapa yang nggak serius sih?!”
“Jadi udah berapa lama ya kita jadi sahabat?”
“Enam tahun”.
“Sok tahu! Emang kamu beneran yakin?”
“. . . .”
“Prithaaaaaa!!!!” tiba-tiba suara tante Vivi hadir memecah sunyi yang ada di antara kami.
“Dipanggil noh, Non.”
“iya iya,..aku duluan ya Pram. Sampai besok…:)”
“Aku yakin banget,Tha. Kita udah deket selama enam tahun. Aku nggak bakal lupa. Nggak akan pernah lupa, Tha. Besok adalah genap enam tahun pershabatan kita. Semoga kamu juga nggak lupa”, ucapku dalam hati setelah sosok Pritha melangkah menjauh dariku.
*****

29 Desember 2010
“‘dddrrrrt….dddrrrttt…ddrrrttt’
From :     Pritha
        +628133xxxxxxx
Pram, jangan lupa ya. Hari ini kita janjian di taman biasa. Jam 9. Oke? Aku tunggu.
. . .
Sekali lagi ku lirik jam tanganku. Pukul 9.05. Sampai saat ini aku belum menemukan sosok Pritha. Tak biasanya ia terlambat. Dia selalu tepat waktu. Padahal, tadi aku sudah benar-benar terburu waktu, berusaha untuk tak terlambat walau hanya untuk kali ini saja. Kekesalanku mulai muncul. Apa Pritha sengaja datang terlambat untuk mengerjai aku? Awas saja dia.
Sembari menunggu, ku pandangi tulisan yang terukir di pohon Mahoni yang rindang ini. Kami menulisnya tepat enam tahun yang lalu. Dan sejak itulah, kami tetapkan hari itu sebagai hari jadi kami sebagai seorang sahabat. Sahabat yang akan selalu hadir disaat salah satu di antara kami jatuh ataupun sebaliknya. Sahabat yang selalu menjadi pendengar paling baik bahkan terkadang melebihi orangtua kami sendiri. Selalu ada. Selalu bersama. Sekarang. Dan selamanya. Amiin J
9.15. Pritha masih belum menampakkan sosoknya. Apa dia baik-baik saja? Tak seperti biasanya ia terlmbat. Apalagi dia yang membuat janji. Tak ada jawaban dari panggilan ku ke ponselnya. Semua pesanku juga tak mendapat respon.
To :    Pritha
        08133xxxxxxx
Tha, kamu dimana? Uda jam beapa ini, Sayang? Inget ya, aku sibuk. Nggak bisa nunggu lama-lama aku. Kalau bisa bales sms ini. Harus!!!. Still waiting for you, Tha.
Tiga puluh menit.
Empat puluh lima menit.
Dan sekarang, hampir satu jam aku menunggunya. Pritha masih belum hadir di sini. Aku ingin marah. Aku benar-benar merasa dihianati. Tapi, sepertinya aku tak bisa. Ingin aku segera angkat kaki dari tempat ini. Hilang harap sudah untuk yakin bahwa Pritha akan menginjakkan kakinya di taman ini. Baiklah lima menit lagi. Ku beri kesempatan lima menit lagi. Tak lebih. Pritha, ku mohon…
----Lima menit kemudian….----
“Pramana!!!”
Sebuah suara menghentikan langkahku. Suara yang tak asing, begitu akrab di telingaku, namun terdengar lemah. Suara Pritha. Aku berbalik. Dapat ku lihat seutas senyum tersimpul di wajah Pritha. Ia tampak pucat. Lemas. Apa dia sakit? Tapi,….
“Maafin aku yah, Pram….” Dia berhamburan ke pelukanku. Ia menangis sejadi-jadinya. “Kamu marah kan sama aku? Maaf banget, Maaf”.
Ku rasakan bulir-bulir bening hangat basahi bajuku. Aku tak mampu berkata-kata. Aku sendiri bingung dengan perasaan yang berkecamuk di dadaku. Apa ku harus marah pada sahabatku? Atau apa? Aku harus bagaimana? Aku tak tahu.
“Nggak, Tha… nggak,….” Ku tarik tubuhnya dari dekapanku.
“Pramana,…??” ujarnya pelan. Meluncur lagi bulir-bulir bening dari kedua pelupuk matanya.
“Nggak, Tha…. Nggak ada yang perlu dimaafin. J” ku rasakan dingin pipinya saat ku usap air mata yang mengalir dari pelupuk matanya. “Emang tadi kamu kemana?”
“Emm,… anu… ee… er… tt..taadi…”
“Tadi kenapa?” potongku sambil menariknya untuk duduk di rumah pohon kami.
“Tha, tadi kenapa?” ku ulang pertanyaanku sesampainya kami di atas (di rumah pohon)
“Tadi,….. jam di rumahku mati. Ya, jamnya mati. Jadi aku nggak tau kalau uda jam 9 lewat. Sori yah,…”
“kenapa nggak bales sms ku? Toh kamu juga bisa lihat jam yang ada di hape kamu kan?”
“Em, hapeku mati. Batrey.nya habis. Sori…”
“Trus, jam di rumah kamu kan nggak cuma satu kan, Tha?”
“Iya sih, Cuma nggak tahu tuh… pada rusak berjamaah. Tadi papa juga telat pergi ke kantor. Trus mama juga—“
“iya iya. Aku ngerti kok. Nggak usahpanjang-panjang ceritanya. Bawel!!”
“Dasar kamu!! Masih aja ya nyebelin.”
 “Emang kamu ngapain ngajak ketemuan? Mau traktir nih?”
“Iih, nih orang. Doyan banget ama yang gratisan. Emang kamu lupa ya?”
“lupa?”
“hari ini kan genap enam tahun kita sahabatan. Pikun banget sih kamu!!”
“O.” jawabku sekenanya.
“Sumpah ya, kamu itu,….. awas kamu, Pram…!!!” protesnya sambil memukul ku gemas.
“Tentu aku nggak lupa, Tha. Dan aku seneng kamu juga nggak lupa”, batinku.
. . . . .
Kami habiskan seharian untuk mengulang segala cerita akan kenangan yang telah kami jalani bersama. Segala protes ia ajukan atas keisenganku selama ini. Dengan riang ia bercerita dan tentunya dengan senyumnya yang tak pernah hilang. Selalu hadir seperti biasanya. Senyumnya indah, meski harus hadir di wajahnya yang selalu pucat. Sejak awal kami bertemu, memang ia tampak pucat. Awalnya aku mengira dia mayat hidup, tapi…. Aku ragu akan ada mayat hidup yang bawel dan super cerewet seperti dia. Dia tergolong anak tertutup. Jarang keluar rumah. Orangtuanya super protektif terhadapnya,meski kini ia sudah duduk di kelas XII SMA. Tapi, aku tahu Pritha bukan anak manja. Aku juga yakin, orangtua Pritha pasti punya alasan kuat untuk bertindak protektif terhadapnya hingga detik ini.  Mungkin, karena dia anak perempuan satu-satunya,….
“Tha,…”
“Apa?”
“Kamu janji nggak bakal kaya tadi ya?”
“Maksud lo? ” jawabnya terheran-heran akan sikapku.
“Dasar oneng ya!! Gue tuh coba bersikap perhatian dan romantis sama lo!! Respon yang agak bagus dikit kek!!” protesku.
  Dia hanya nyengir dan kembangkan sebuah senyuman di wajahnya kemudian. “Pram, kamu mau janji sesuatu sama aku?”
“Apa’an?”
Dia menatapku lekat-lekat. Tampak sebuah rahasia tersimpan dalam dirinya. Sesuatu yang sengaja disembunyikan dariku olehnya. Ditariknya napas panjang, dihembuskannya perlahan kemudian.
“Kalau nanti aku nggak bisa lama-lama ada sama kamu, ataupun nggak bisa lagi main bareng kamu, kamu jangan marah sama aku yah, kamu—“
“Kamu ngomong apa sih?” potongku cepat. Kata- katanya sangat tak ku mengerti. Bahkan aku merasa aku membenci untuk mengerti kata-kata yang baru saja ia ucapkan.
“Dengerin dulu…., Pram”
“Bodo amat!!” jawabku sekenanya.
“Pramana,…” rengeknya.
“Udah sore, yuk pulang. Aku anter”
“Tapi,…”
“Udah, Aku nggak mau Tante Vivi entar ngomel-ngomel ama aku…”
“Pram,…”
“Udah. Ayo!!..” paksaku sambil menarik tangannya yang makin terasa dingin.
*****

26 Desember 2011

“Nak, Pramana….” Suara tante Vivi lembut menyapaku. Membangunkanku akan lelap.
“Udah malem, Sayang. Kamu pulang gih. Besok kamu harus kuliah kan? Bidang kedokteran bukan hal mudah, Sayang”
“Iya sih, Tan. Tapi… Pritha kan….”
“Kan ada tante disini. Besok masih ada hari, kamu kan bisa ke sini lagi?”
“Ya udah tante, Pramana pulang dulu. Assalamu’alaikum..”
“Wa’alaikumsalam. Hati-hati ya, Sayang”
Suasana kota Bandung makin ramai. Kerlap-kerlip lampu kota beradu indah di pinggiran jalan protocol utama. Suasana berbeda sungguh terasa saat aku melangkah keluar dari gedung rumah sakit yang serba putih. Ku teruskan langkahku ke gerbang utama rumah sakit. Ku hentikan sebuah taksi. Ku komando sang sopir untuk bergegas menuju ke rumah karena hari makin larut, aku tak ingin membuat mama khawatir akan aku. Dalam taksi teralun lagu “Seven Years Of Love” . Sebuah lagu yang kembali membangkitkan ingatanku akan kenangan bersama Pritha dulu. Saat dimana aku bisa melihat senyumnya yang menenangkan. Teringat olehku, bahwa tepat 3 hari lagi pada setahun lalu adalah hari dimana aku dan Pritha sempat kembali mengukir janji. Pritha, aku yakin kamu tak akan pernah melupakan janji kita itu.
*****

29 Desember 2010
“Kak, ini lagu apa?” tanya Pritha sesampainya kami dalam mobil.
“Pak Maman jalan yah. Udah sore nih, kasian Pritha”
“Iya, Den” jawab Pak Maman,sopir pribadi keluargaku, patuh.
“Ih, Pramana. Jawab dong. Ini lagu apa?”
“Iya. Iya. Nyantai aja kali”
“Jadi?”
“. . .” K
“Dasar!! Mending tanya Pak Maman aja. Pak, ini lagu judulnya apa’an yah?”
“Maaf, Non. Pak Maman nggak tahu lagu bule kaya beginian.” Jawab Pak Maman terlalu jujur.
“Emang kenapa sih, Tha?”
“Aku suka ajah. Nggak boleh?”
“Suka lagunya atau penyanyinya?”
“Yee,… “
“Ini lagu judulnya, Seven Years of Love” jelasku
“Kok tahu?”
“Ya tahu lah. Ini lagu kesukaannya Findha. Dulu dia suka banget ama penyayinya. Jadi dia ngoleksi album plus posternya. Dan ini salah satu lagunya”.
 “Oh. Maaf kalau aku jadi harus ngungkit-ngungkit masalah Findha. Aku..—“
“Nggak apa. Nyantai aja. :)” potongku kemudian.
“Tahun depan, aku harap kita bisa main-main lagi kaya tadi. Tahun ketujuh persahabatan kita. Dan pastinya terus berlanjut sampe tahun-tahun persahabatan kita berikutnya.”
“Kamu kenapa sih? Pastinya lah kita bisa terus temenan. Kita masih punya banyak waktu, Tha. Kamu kenapa sih?”
Ia hanya diam. Keheningannya semakin membuatku penasaran akan apa yang terjadi pada diri Pritha. Sebenarnya apa yang disembunyikan olehnya? Oh, Pritha. . . .
“Janji?” ucap Pritha sambil mengangkat kelingkingnya.
“Untuk?” tanya ku keheranan.
“Tetaplah menjadi sahabatku dan tetaplah berada di samping dan—“
“Janji” ucapku memotong perkataanya. Ku kaitlan kelingkingku pada kelingkingnya kemudian.
*****

Mei 2011
Ujian sekolah telah usai. Namun, aku beserta kawan-kawan lainnya masih belum benar-benar merasa merdeka. Kami masih harus berjuang dan bersaing untuk dapat masuk perguruan tinggi yang kami inginkan. Dan kurang seminggu ke depan merupakan hari dimana hajat akbar di sekolah kami akan dilaksanakan, Hari Perpisahan. Hampir semua siswa antusias dalam hal ini. Berharap ini merupakan sebuah momen yang tepat untuk mengukir sebuah kenangan terindah yang ada. Namun harapan itu seakan jauh berbeda akan keadaan yang terjadi belakangan ini. Pritha tiba-tiba menghilang. Tiada sedikitpun kabar darinya. Ia seakan hilang ditelan sang bumi.
Tak hanya sekali aku menghubungi ponselnya, namun tetap tiada jawaban. Tak hanya satu dua pesan yang ku kirim padanya, namun tak satupun yang dibalas. Aku coba mengirim pesan padanya melalui dunia maya, tetap tak ada respon. Hingga hari ini, sepulang sekolah, ku putuskan untuk mendatangi rumah Pritha.
Ting tong
Ting tong
Tak ada jawaban. Kali ini adalah panggilan terakhir dariku. Sebagaimana adab yang ada, jika sang pemilik rumah sudah dipanggil 3 kali dan ia tak kunjung menyambut. Maka sebaiknya kita pulang, karena mungkin sang tuan rumah sedang sibuk atau ada suatu kepentingan, atau saja ia sedang tidak mau diganggu.
Ting tong. . .
Bel terakhir telah aku bunyikan. Berharap kali ini benar-benar mendapat jawaban.
Satu menit…. Dua menit…
“Maaf, Den. Cari siapa?” seorang wanita paruh baya berpakaian sederhana menyambutku. Beliau Bi Imah, pembantu di rumah Pritha.
“Pritha ada, Bi?”
“Em… anu, Den… Emm—“
“Kenapa, Bi? Pritha baik-baik aja kan?” sergapku kemudian.
“Aden ndak tahu toh?”
“Tahu apa. Bi?”
“Non Pritha kan lagi keluar kota sama Tuan dan Nyonya”
“Apa? Kok Pritha nggak pamit ama aku, Bi? Pritha baik-baik aja kan?”
“Em,,, anu, Den.. Bibi… ndak tahu” jawab Bi Imah ragu-ragu.
“Bibi nggak bohong kan?”sergapku pada Bi Imah. Aku merasa ada sesuatu yang mengganjal akan kepergian Pritha dan keluarganya
“Nn…nndak kok, Den. Bener” jawab Bi Imah dengan suara pelan.
“Yaudahlah, Bi. Pramana pulang dulu. Nanti kalau mereka udah pulang, bilang yah aku kesini nyari Pritha” ucapku pasrah kemudian. “Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikumsalam…”
****

Hening masih ada. Berputar-putar di antara kami. Aku, Pak Arif, guru Biologiku, dan Pak Sucipto, Kepala Sekolah. Aku masih terus bertanya-tanya akan alasan mengapa aku dipanggil ke ruang kepala sekolah. Hal penting apa yang akan dibicarakan beliau denganku? Kabar baik atau kabar buruk? Dua menit sudah pertanyaan itu berputar-putar di otakku. Dan dalam waktu dua menit pula, aku serasa akan mati tercekik rasa penasaran.
“Ehem.. ehem…” Pak Kepala sekolah berdehem, tanda beliau akan memulai pembicaraan.
Pak Arief tampak menggut-manggut, tanda beliau siap untuk mendengarkan setiap kata yang akan keluar dari Pak Sucipto.
‘Dag.. dig… dug.. dyar!!’ detak jantungku berdetak kencang, tanda aku siap untuk menerima segala kabar baik yang ada, juga sebagai tanda bahwa aku tidak siap menerima kabar buruk yang ada.
“Begini, Nak Pramana……” beliau memulai pembicaraan. “apa kamu sudah mendaftar untuk jenjang berikutnya di salah satu universitas?”
“I..ii..iya, Pak”
Pak Sucipto hanya manggut-manggut. Perlahan aku mulai berani mengangkat kepalaku. Ku tatap lekat-lekat kepala botak beliau yang terlihat berkilau di bawah sinar lampu TL.
“Selamat ya, Nak…” Pak Arief tiba-tiba angkat bicara. “Kamu mendapat tawaran program beasiswa di alah satu universitas terkemuka, dan—“
“Beneran, Pak!!” sambungku cepat, tak perduli Pak Arief sudah menyelesaikan kalimatnya atau belum. Yang penting hepi ajalah J. “Wah makasih nih, Pak…” ku raih tangan Pak Sucipto dan Pak Arief, dan ku cium punggung tangan beliau berdua bergantian.
“Iya ya , Nak…. Selamat untuk kamu” ucap Pak Sucipto penih wibawa.
“Ada masalah, Pak?”
“Begini, Nak… pihak universitas te;ah melihat hasil belajar kamu selama bersekolah di SMA ini…”
“Dan?”sahutku tak sabar.
“Mereka menawarimu untuk masuk dalam bidang kedokteran. Apa kamu berminat untuk masuk dalam bidang itu? Asal kamu tahu, Nak. Bapak sangat mendukung jika kamu masuk dalam bidang itu”
“Begitu pula dengan Bapak, Pramana. Bapak sangat mendukung tawaran itu. Ini kesempatan emas buatmu, Nak…” tambah Pak Sucipto.
“Biar saya pikirkan dahulu, Pak” jawabku sekenanya.
“Baik baik… bapak beri kamu waktu sampai awal bulan depan”
“Terimaksih, Pak”
“Sekarang kamu bisa kembali, Nak”
“Permisi, Pak..”
*****

30 Mei 2011
Kedokteran? Aku benar-benar tak yakin akan tawaran itu. Aku sama sekali tak tertarik dalam bidang itu. Namun Pak Arif benar juga, ini kesempatan besar buatku. Aku harus bagaimana?
Masih dibawah pengaruh rasa bingung yang tak karuan, ku buka laptopku. Ingin ku hilangkan semua penatku. Ku gerakan jemariku merangakai sebuah URL yang sedang digandrungi remaja sebagian besar, www.facebook.com. Setelah melaluiproses log in, aku telah sampai pada beranda dunia mayaku. Betapa terkejutnya aku saat kulihat akan adanya puluhan pesan dan pemberitahuan pada akun facebook-ku. Dan…. Itu semua dari Pritha.
Dia kembali… pantaskah aku mengatakan kata ‘kembali’ untuk munculnya kabar dari Pritha? Huh, aku tak tahu.
“Pramanaaaaaa… toktoktok” suara Ibu buyarkan lamunan ku yang tak karuan. “Ada Nak Pritha di depan…. Temuin gih,,,”
“Apa? Pritha?” batinku. “Iya, Bu… bentar…” sahutku kemudian. “Pritha muncul setelah sebulan lebih menghilang…sebenarnya apa yang dia inginkan?” batinku masih tak percaya.
. . . . . .
“Hai, Pram….” Sapa Pritha saat aku baru muncul dari balik tembok. Aku masih tak tahu apa yang harus ku katakan padanya. Haruskah rasa marah dan kecewa atas hilangnya kabar darinya secara tiba-tiba, yang ku tunjukan? Atau, haruskah ku tumpahkan segala rasa rinduku padanya dan mengenyampingkan semua kecewaku?
“Ngapain lo kesini?” tanyaku begitu saja.
“Sory Pram,… aku…”
“. . . .”
“Aku ada keperluan ama keluargaku di luar kota. Dan itu mendadak banget. Dan aku—“
“Nggak bisa pamit atau ngasih kabar kek?!” potongku, kesal.
“Em… Aku…”
“Kenapa? Apa susahnya sih, Tha?? Gue kecewa ama lo!!”
“Pram,… aku,,,” dia hanya menangis. Air matanya mengalir deras dari kedua pelupuk matanya. Huh, aku membenci pemandangan ini, melihat Pritha menangis.
“Udah lah, Tha! Kalo Lo uda nggak mau kita sahabatan lagi, bilang aja. Nggak usah kaya gitu, ngilang nggak ada kabar. Sms, e-mail, telpon nggak ada yang lo respon.” Ucapku mencak-mencak.
“Pram,…” suaranya melemah. Wajahnya yang sedari tadi pucat, makin memucat kini. Air matanya terus mengalir.
Dia menangis.
Aku kian terbakar api emosi.
“keluar dari sini!” ucapku padanya dengan nada lebih rendah dari sebelumnya.
“Pram,… aku—“
“PERGI!!!” bentakku kemudian.
Aku berbalik. Berharap Pritha tak mengetahui akan air mataku yang mulai meluncur mulus di pipiku. Berharap Pritha segera menghilang dari rumahku. Masih ku dengar isaknya untuk beberapa lama. Kemudian, ku dengarkan langkah kaki yang gontai menjauh dariku. Pritha pergi…. Entah dia akan kembali atau tidak,… aku tak tahu…
Aku masih berdiri terpaku di sini. Di tempat, dimana aku telah mengusir Pritha, sahabatku. Potongan-potongan episode saat aku bersama dia bermain dalam memoriku. Bagai film yang tengah di putar pada layar besar, begitu cepat. Gambaran akan kebersamaanku dengan Pritha teramat jelas terlihat dalam anganku. Haruskah semua kenangan iindah itu berakhir sampai disini?
“Prithaaaaaaaa” ku teriakkan namanya sekeras mungkin, berharap dia akan berhenti menjauh dari rumahku. Ku balikan tubuhku, segera aku berlari menyusulnya.
“Tha…” ku tangkap sosoknya yang kian menjauh dari pintu utama rumahku. “Prithaaaaaaaa” kali ini ku teriakkan namanya lebih keras lagi.
Dia berhenti.
Aku pun berhenti berlari.
Dia berbalik.
Aku melangkah mendekatinya.
Dia menatapku.
Aku pun menatapnya.
“Tha…” ucapku dengan napas tersengal.
“Pram,…. Aku—“
“Maafin aku ya, Tha..” ku raih tubuhnya dan menariknya dalam dekapan tubuhku.
“Maaf,…Maaf Pram…” ucapnya sambil terisak dalam dekapanku.
“sssst…..” ku letakkan telunjukku pada bibirnya yang pucat. “Udah,.. udah…semua udah berlalu. Aku yakin kamu punya alasan yang kuat untuk kepergian kamu. Em,,,,,aku ada kabar baik nih,,,”
“Oh ya… apa?” ucap Pritha sambil mengusap garis air mata di pipinya.
“Aku dapet beasiswa, Tha….”
“Oh ya? Waw, selamat yaa…” ucapnya girang sambil memelukku. “Hebat kamu…jurusan apa?”
“Itu masalahnya… aku bingung. Mereka nawarin aku di bidang kedokteran.. kamu tahu kan, aku kurang ada minat dalam bidang itu—“
“keputusan kamu gimana?”
“. . . “ aku hanya dapat mengangkat bahu.
“Kamu tanya sama hati kamu” ucapnya sambil menunjuk dadaku, menunjuk dimana hati kecil berada
“ :) makasii, Tha. Lo emang yang terbaik…”
“:)”
“Ntar malem aku mau traktir kamu makan. Oke? Buat ngerayain ini. Ntar aku jemput deh. Gimana?”
“Nggak usah jemput lah. Nanti aku usahain ya, Pram…. Aku pulang dulu, tadi aku bilang ke Mama nggak bakal lama-lama soalnya.. Assalamu’alaikum”
“okeh. See you later, girl!! Jam 7 yah… Ati ati. Wa’alaikumsalam”
*****

20.00
Satu jam lebih aku mematung di sini. Ku lirik jam tanganku, berharap waktu berhenti detik ini juga. Ingin ku berikan kesempatan pada Pritha untuk dapat hadir di sini tepat waktu. Tapi….. lagi lagi ia tak tepat waktu. Lagi lagi ia tak memberikan kabar padaku. Ada apa lagi dengannya? Akankah dia menghilang lagi?
Jarum jam menunnukan pukul 20.45. Seharusnya kami telah berkumpul, menghabiskan waktu bersama dengan senda gurau, dengan tawa, dengan kegembiraan. Tapi…. Yang ada hanya aku yang sendiri, dalam hening, dalam sepi.
21.00
Ku putuskan untuk kembali ke rumah seorang diri. Seharusnya aku melangkah pergi dari tempat ini berdua. Mengantar Pritha pulang, karena hari telah larut. Semua tinggal rencana….. lagi lagi Pritha mengingkari janjinya. Janji untuk datang pada malam ini. Janji untuk selalu memberi kabar akan suatu halangan yang terjadi padanya. Lagi lagi Pritha telah membuatku kecewa.
****

Juni 2011
 “Pram,… ada yang nyari tuh!!” seru Rendra kawanku dalam satu tim basket.
“Siapa?”
“Tuh” ucapnya sambil menunjuk seorang gadis bermbut panjang dan berwajah pucat.
“Pritha?”
“. . .”Rendra hanya mengankat bahu. “Cantik loh, tapi sayang wajahnya pucet banget. Temuin sono”
. . . .
“Ngapain lo di sini?” ucapku kesal saat sampai di hadapannya.
“Aku tau hari ini kamu ada jadwal latihan basket. Jadi aku langsung ke sini aja. Dan ternyata tebakan aku bener, kamu ada di sini”
“Pulang sana! Aku sibuk!”
“Kamu marah?” dia bertanya dengan wajah polosnya. “Pram, ….aku--”
“Peduli apa Lo!! Pulang sana, gue nggak butuh temen kaya Lo!! Muna!”
“Aku bisa jelasin, Pram… malam itu aku—“
“Kenapa? Lo nggak bisa dateng karena jam di rumah lo mati lagi? Hape lo low batt, jadi lo nggal bisa sms buat ngasih kabar ke gue?!” omelku panjang lebar padanya. “Udah deh…. Gue capek!! Nggak sekali lo kaya gini”
“Pram..aku—“
“Dan lo juga tahu kan, gue paling nggak bisa toleran ama orang muna kaya Lo!!!!”
“Tapi, aku punya alasan untuk ini, Pram!!! Dengerin dulu penjelasanku—“
“Udah jelas semua!!!” potongku dengan nada suara yang kian naik. “PERGI LO!!! Enek gue ngeliat lo di sini!!” kata-kata jahat itu keluar tak terkendali dari mulutku. “PERGI!!!”
Aku berbalik dan segera melangkah pergi menjauh dari Pritha. Berharap kali ini aku tak akan berbalik dan mengejarnya seperti dulu. Hatiku terlanjur luka dan bernanah. Aku benar-benar kecewa.
. . . . .
---beberapa menit kemudian---
“Pram… pram praaam…..” Dudi tergopoh gopoh ke arahku yang sedang asyik berkeluh kesah dengan bola basket.
“Ngapain?” jawabku malas.
“Cewe tadi... cewe yang barusan lo temuin—“
“Kenapa lagi?” potongku cepat. “dia balik lagi? Maksa pengen ketemu gue lagi? Usir aja! Bilang gue lagi sibuk. Repot amat!”
“Eh…. Bukan!!! Denger dulu!!” bantahnya. “Dia pingsan!!”
“hah..” sahutku dengan mata melotot dan hati yang kaget bukan main. “Dimana?”
“Di gerbang depan. Anak-anak lagi ngerubungin dia tuh”.
Segera ku berlari menuju TKP.
Tubuh gadis itu terbujur lemah. Wajahnya kian pucat. Mengalir darah segar dari kedua lubang hidungnya. Orang-orang di sekitarnya hanya terdiam, asyik menonton penderitaanya. Segera ku raih tubuhnya. Ku periksa denyut nadinya. Kian melemah. Pun kulitnya kian terasa dingin.
“Apa yang kalian lihat hah? Panggil ambulans!!! CEPAAAAT!!!!” ucapku mencak mencak tak karuan.
“Pritha……… bertahanlah…..” bisikku padanya lemah.
*****

“Apa? Kanker otak?” aku tercengang. Pritha tidak mungkin mengidap penyakit itu. Aku tahu dia orang yang kuat. Tuhan….. “Kenapa dia nggak cerita? Kenapa…. Aku nggak pernah tahu tentang ini?”
“Maafkan tante, Sayang. Pritha sangat sayang sama kamu. Dia melarang tante dan om untuk cerita penyakit ini ke kamu. Dia nggak pengen kamu khawatir, Nak” jelas Tante Vivi dengan nada yang sengaja dibuat tenang.
“Separah apa kankernya?”
“Sudah stadium akhir. Sebulan yang lalu kami mencoba untuk menjalani terapi diluar negeri. Namun, pihak kesehatan di sana sudah menyerah, Nak. Terlambat bagi kami untuk melawan kanker di tubuh Pritha. Sesampainya kami di rumah, Pritha langsung merengek memaksa untuk datang ke rumahmu, Nak. Alhasil, beberepa malam lalu tubuhnya kembali melemah. Kondisinya drop. Tadi pagi, saat dia sadar dan agak membaik, dia memaksa agar diantar ke tempat latihan basket tempat kamu biasa latihan. Dia bilang, dia ada janji sama kamu. Tante nggak yakin untuk ngijinin dia ketemu kamu, tapi dia memaksa. Dan sekarang………” tante Vivi terisak. Kalimatnya terhenti. Airmuka yang tadi Nampak tegar, kini berubah menjadi sesal.
Satu demi satu kejadian yang ada di ceritakan Tante Vivi dengan rinci meski diselai dengan isak tangis yang kunjung henti dari beliau. Semua seakan terputar kembali, bagai sebuah film kelam yang sama sekali tak ingin ku saksikan namun terus ku bayangkan.
“Sabar ya, Te. Pritha itu orang yang kuat. Tante tahu itu kan?” hiburku pada tante Vivi seadanya.
“Semoga saja, Nak. Dia sudah cukup lama menderita karena kanker ini. Sudah hampir 9 tahun yang lalu. Dulu sempat pulih, dan dokter sudah menyatakan dia sembuh. Tapi…… kanker itu muncul lagi…… :(” Tante Vivi tenggelam dalam isakan tangisnya yang pilu.

Papa Pritha terdiam.
Aku pun tertdiam, terduduk lesu penuh sesal. Mengalir air mataku yang seakan percuma. Karena aku telah gagal melindungi Pritha. Gagal menjaga Pritha.

Kini aku tak tahu harus berbuat apa. Inginku putar kenbali waktu. Ingin ku cabut semua kata-kata kasarku pada Pritha. Ingin ku hapus semua prasangka burukku akan dia. Aku hanya bisa berlari. Membawa diri ini untuk menjauh dari badan Pritha yang masih dalam kondisi kritis. Aku ingin terus berlari, berharap menemukan sebuah jawaban atas segala segala rasa yang kini berkecamuk dalam dada.

Tiba-tiba langit mendung. Tetes-tetes air langit turun basahi tanah bumi. Gemuruh bergelegar, saling bersautan seakan alam sedang marah. Apakah sang alam marah padaku atas Pritha? Terkutukkah aku sudah?
. . .
“Tuhan….. kenapa Engkau gariskan ini terjadi padaku??????” teriakku tak jelas, sesampainya aku pada suatu tempat yang dahulu sering ku kunjungi..
“Kenapa Engkau biarkan  ini terjadi dalam hidupku untuk yang kedua kalinya, Tuhan? Belum cukup Engkau hancurkan hati ini dengan kepergian Findha??!!! Kenapa sekarang Pritha juga harus mengalami hal yang sama dengan halnya Findha?? Apa aku tak boleh bahagia, Tuhan? Apa aku memang tak pantas untuk mencintai dan dicintai oleh orang-orang istimewa seperti mereka?”
Aku tahu ini salah. Tak seharusnya aku menyalahkan kuasaNya yang Mahaagung. Tapi, harus dengan siapa lagi aku mengadu kini?
“Findha, lo tahu kan gimana hancurnya hati gue saat lo emang harus ninggalin gue untuk selamanya?” tanyaku pada pusara yang ada di hadapanku. “Sekarang, gue harus ngalamin lagi yang namanya kehilangan orang yang gue sayang, Dek…”
Aku hanya dapat terus terisak. Terus tenggelam dalam banjiran airmata di bawah guyuran hujan. Terus berkeluh kesah akan semua sakit yang ku rasa, pada pusara di hadapanku. Pusara yang bernisankan “Findha”. Sosok teristimewa dalam hidupku. Adikku…..
*****

29 Desember 2011
“Kamu pinter banget menyembunyikan semua ini dari aku. Dasar anak nakal!” ucapku pada sosok yang masih enggan membuka kedua matanya. Ia masih lelap dalam tidurnya yang panjang. Meski demikian, aku beserta keluarga Pritha yakin, Pritha pasti akan bangun dari lelapnya. Bangun untuk kembali tersenyum. Senyum yang mampu untuk membuat sang mentari malu dan selalu ingin bersembunyi di balik awan.
“Kamu tahu kan hari ini adalah hari yang kamu tunggu setahun yang lalu. Tujuh tahun persahabatan kita. Kamu juga tahukan, sekarang aku uda kuliah di bidang kedokteran. Apa kamu nggak pengen tau ceritaku waktu di kampus? Seru banget, Tha!” aku terus mngoceh sendiri. Entah, orang-orang di sekitarku telah menganggapku gila atau tidak. Tak peduli, yang terpenting Pritha segera sadar dan dapat kembali tersenyum. Walau matanya terpejam, aku yakin mata hati Pritha mampu merasakan semuanya.
Ku letakkan tangannya di atas kepalaku. Ke genggam erat tangnnya yang dingin. Ku cium punggung tangannya dengan penuh rindu, penuh sesal.
“Selamat hari persahabatan, Tha. Seven years of our love” bisikku sambil kembali mencium punggung tangannya.
Ku benamkan tubuhku dalam lipatan tanganku. Inginku pejamkan mata, dan menemuinya dalam alam bawah sadar. Mencari bayangannya dalam tiap kenangan yang terus mengaduk-aduk otakku.
. . . .
---pukul 21.00---

“Pram…..”
Suara itu terdengar lemah. Suara yang hampir hilang dari pendengaranku 7 bulan lalu. Suara dari sosok yang ku rindu, . . . . . . . .Pritha.
“Kamu udah sadar?” responku spontan. “Biar aku panggil dokter yah, kamu tunggu bentar disini”
“Pram,…” ucap Pritha sambil memegang pergelangan tanganku, menghentikan langkahku.
“Nggak usah. Aku baik kok. Aku lagi nggak pengen dapet ceramah dari dokter. Aku mohon..” ucapnya masih dengan lemah.
“Oke”. Ucapku patuh. “Aku akan kabarin Mama dan Papa kamu-“
“Pram…” kembali Pritha menatapku dalam. Ia menggeleng. “Aku nggak mau ngerepotin mereka”
“ya ya ya” jawabku setengah kesal.
“Makasi :)” ucapnya sambil nyengir.
“Lo tidurnya lama amat, kaya kebo—“ ucapku membuka perbincangan pertama kami setelah hampir 7 bulan kami mematung dalam perbincangan sunyi.
“Oh ya?”potongnya, berusaha memberi respon yang baik.
“Tapi…. Lo kebo paling cantik di dunia, Tha.”
“Gombal Lo!”
“Aku masuk kedokteran” bisikku.
“Selamat, Pram :)” senyumnya mengembang di bibirnya. Senyum yang selama ini aku rindukan. “Selamat hari persahabatn, Pram” lanjutnya lirih.
“Selamat juga buat kamu, Tha” dapat ku lihat senyumnya terus mengembang dalam wajah pucatnya. Senyumnya bagai bintang pagi yang indah.
“Sekarang tanggal berapa?” tiba-tiba dia bertanya demikian.
“29 Desember :)”
“Oh ya? Waktu berjalan cepet banget ya selama aku nggak sadar..”
“Kan aku uda bilang kamu tidur kaya kebo” godaku
“Aku pengen ke taman, Pram. Bukannya kita uda janji untuk pergi ke taman ditahun ke-tujuh persahabatan kita?”
“lo nggak lupa, Tha :). Makasii” batinku “Udah malem, Tha. Kamu juga baru sadar. Besok aja yah”
“Ayolah, Pram….. semua akan beda kalau besok. Bukannya kamu juga udah janji?” rengeknya manja
“Nggak, Tha!!”
“Pram,…. Please”
“Diluar hujan, Tha”
“Aku takut aku nggak punya waktu banyak untuk ini, aku—“
“Lo ngomong apa sih? Kesempatan kita masih panjang” potongku karena risih akan kalimat yang belum terselesaikan oleh Pritha.
“Pram,…” ku lihat mata beningnya mulai tergenangi air mata.
Ini adalah kelemahanku. Aku paling tak tega jika harus melihat seorang sahabatku seperti itu. “Oke, karena angka 7 merupakan angka bagus dan katanya sih membawa keberuntungan, aku anter kamu. Tapi inget, kamu juga harus sesuain sama kondisi kamu” jawabku kemudian.
“Oke, nanti kalau aku uda nggak kuat. Aku bakal ngelambai’in tangan kok :D”
“Snting lo! Aku percaya kamu :)”
“:)”
****
. . .
-pukul 23.45-

Hujan masih belum reda, makin deras malah. Aku dan Pritha masih mematung memandangi tiap tetes air langit yang turun, kemudian mengembun pada kaca mobil. Kami berhasil sampai di taman ini dengan usaha yang tak mudah. Malam ini aku telah melakukan satu tindak criminal. Menculik anak orang, sekaligus membawa kabur pasien rumahsakit yang baru sadar dari koma.
“Hujannya nggak kunjung reda. Mending kita balik aja yah. Besok kita ke sini lagi” ucapku pada Pritha yang sedang asyik melukis pada kaca mobil dengan embunan air yang ada.
Dia bebalik menatapku. Dia diam dalam beberapa saat. “15 menit lagi hari ini akan berakhir Pram”
“Justru itu, Tha. Mending kita pulang. Hari udah makin malem dan ini sama sekali nggak baik buat kondisi kamu, Tha”
“Karena hari tinggal 15 menit lagi, ayo kita turun dari mobil dan kita langsung menuju ke rumah pohon. Akan menyenangkan walau waktu kita nggak banyak” ucap Pritha seakan tak mendengar apa yang aku katakan sebelumnya.
“Tha,… lo dengerin gue ngggak sih?” protesku pada Pritha yang sedari tadi terus menerawang jauh dan terus berbicara tanpa melihat aku.
“Pram…. Waktu terus berjalan. Waktu kita nggak banyak” ucapannya seakan menandakan bahwa ia benar-benar  tak memperdulikan setiap ucapanku. “Ayo, Pram…..” lanjutnya dengan nada memaksa. Setetes bulir bening meluncur mulus dari hulu pelupuk matanya.
“Tha,… came on…dengerin aku” paksaku sambli menarik tangannya.
“Please,…”  ucapnya melemah. Tetes airmata berikutnya menyusul jatuh dari pelupuk matanya.
“Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa Tha. Cuma itu.”
“Aku akan baik-baik aja, Pram. Aku yang tahu seberapa kuat aku bisa bertahan dari semua ini”
Ku tarik napas panjang. Berusaha untuk dapat memutuskan yang terbaik, tadi aku sudah mengalah untuk nekat membawa kabur Pritha ke taman ini, dan sekarang…..
“Okelah, Ayo” kubukakan pintu mobil untuknya.
“:) thanks, boy”. Ucapnya senang, tentu dengan sebiah senyum yang sempat hilang selama beberapa bulan lalu.
Sesaat kemudian ia tampak bingung. Sepertinya ada masalah dengan kakinya. “Bisa bantu aku untuk sampai ke rumah pohon?” tanyanya ragu dan sungkan.
“Ow,.. withpleasure Princess,…:)” ku raih tubuhnya dan ku bopong dia. “Lo makin berat ya, harusnya tambah enteng!! Dasar kebo!!”
“Sialan lo!! Sini biar aku pegang payungnya” tawarnya padaku.
Angin bertiup makin kencang. Pun hujan tak lekas untuk sekejap menghentikan tiap tetes yang ada. Hal ini makin memberatkan langkahku dan Pritha untuk dapat sampai di rumah pohon kami.
“Aaahh,…” Pritha memekik kaget saat tiba-tiba payung yang dibawanya terbawa tiupan angin. ‘Pram,… maaf.. payungnya…” ucapnya dengan suara makin lemah yang beradu dengan derasnya suara hujan.
“tenang, Tha. Bentar lagi kita sampe” ucapku tergopoh-gopoh.
Ku percepat langkahku. Tubuhku sudah kuyup, begitu pula Pritha. Melihat wajahnya yang kian memucat, aku makin khawatir dan merasa serba salah.
. . .

“Kita udah sampe, Tha” ucapku pada Pritha yang tampak kian lemah di pangkuanku. Wajahnya kian memucat. Guyuran hujan makin membuatnya lemah.
“makasii, Pram…” ucapnya sambil meraba ukiran tulisan yang ada di pohon Mahoni milik kami. “Makasii kamu udah mau temenin aku, jaga aku—“
“Tha,… udah… :)” ku tatap matanya yang bulat nan penuh akan ketulusan cinta. Ia tetap menggigil walau sudah mengenakan jaket miliknya. Ku kenakan jaket ku untuk melapisi tubuhnya yang kuyup. “Aku seneng banget bisa kenal dan bersahabat ama orang kaya kamu”
“nggak kerasa ya, udah tujuh tahun kita sama-sama. Rasanya baru kemarin, tapi kenapa ya rasanya hari ini semuanya akan berakhir—“
“Sssstttt,…… ku letakkan telunjukku pada bibirnya yang pucat dan gemetar. “Waktu kita masih panjang” bisikku pilu.
“Aku harap, Pram” ucapnya lelah sambil menarik masuk tubuhnya dalam dekapanku. “Maaf kalau selama ini aku nyembunyiin masalah ini ke kamu. Aku udah nggak jujur ke kamu”
Ku peluk ia erat. Semakin lama semakin ku eratkan dekapanku padanya. Dan makin terasa pula tubuhnya yang kian melemah dan gemetar. “Tha, kita balik yah. Inget ama janji kamu buat jaga kondisi kamu”
“Nggak, Pram,….” Ia menggeleng di dadaku, dalam dekapanku. “Semenit lagi, Pram… hanya tinggal semenit hari ini akan berakhir.. tetaplah seperti ini. Jangan lepaskan semua ini, Pram.” Ucapnya makin lirih dan lelah dari sebelumnya.
Ku rasakan kulitnya yang kian dingin dalam genggaman tangannya. Ku eratkan pula dekapanku pada tubuhnya, hanya berharap agar ia masih bisa merasakan hangat. “Jangan tinggalin aku kaya Findha ya Tha”
“Nggak, Pram. Nggak akan.” Ucapnya pelan. “Dan asal kamu tahu, Findha nggak pernah ninggalin kamu, dia selalu ada di sisi kamu. Dia bener-bener adek yang istimewa, Pram. Seperti kata-kata kamu dulu”
“Iya,… dia istimewa” ucapku dengan linangan airmata yang mulai jatuh. “Sama istimewanya sama kamu, Tha :)” ucapku pahit. “Aku sayang sama kamu, Tha”
“J aku juga, Pram” ucapnya sambil menatap mataku dalam. “Aku sayaaaang banget sama kamu :)” ujarnya sambil beruaha tersenyum wajar. Meski tetap saja senyumnya makin menambah pahit luka hati ini.
“I love you” bisikku.
“really?”
“I do. You’re a special one in my life. My best friend. You never be changed in my heart” lanjutku padanya.
“I’m great to hear that :). I love you too, boy. You’re the best in my life. Kamu anugrah paling indah, Pram.”
Ku dekap tubuhnya. Aku tak kuasa lagi untuk menatap matanya lebih lama. Tak memiliki daya untuk mendengarkan setiap kata yang diucapnya lirih dan lelah. Ingin terus ke peluk ia. Tak ingin melepaskannya. Seakan, jika aku melepaskan dekapanku ini, maka aku akan kehilangan semuanya. Kehilangan untuk selamanya.
Ku lirik jam tanganku. Waktu telah menunjukan pukul 00.00 Tepat tengah hari. Jika sang jarum jam bergeser sepersekian detik saja, maka hari bahagia bagi kami ini berakhir sudah. Bersamaan dengan berjalannya sang waktu dan bergantinya hari, hujan pun mereda , berganti dengan rintik gerimis yang turun. Angin yang tadinya bertiup kencang, kini menjinak berganti dengan tiupannya yang sepoi menenangkan.
“Tha,… ayo balik ke rumah akit. Hari udah berganti. Inget kondisi kamu” ucapku memecah sunyi saat ku lihat sang waktu menunjukan pukul 00.01
“. . . “
“Tha,…????” ucapku diterjang berjuta tanya. Ku tarik ia dari dekapanku. “Tha….????”
Wajahnya tampak sangat pucat. Bibir merah mudanya, membiru. Kulit tubuhnya terasa dingin. Sangat dingin. Tubuhnya tak lagi gemetar seperti tadi. Terkesan tak kuasa bergerak malah.
“Tha…….” Ucapku sambil mengguncang ringan tubuhnya. “Kamu udah janji untuk nggak ninggalin aku, kan? Tha?”
Ku periksa denyut nadinya yang terasa amat lemah. Ku lakukan pertolongan pertama sederhana. Ku tekan dadanya perlahan, untuk memancing reaksi dari detak jantungnya.
Tak lama, ia membuka matanya.
Ia tersenyum.
“Pram,…..”
“Sssst,…. Udah. Sekarang aku bawa kamu ke rumah sakit.”

Ia mengangguk pelan. “Aku bahagia banget malam ini.” Ucapnya lelah terbata. “Pram,… maaf aku—“

Ia tak mampu melanjutkan kata-katanya. Dan pada detik itu pula, tarikan nafasnya memberat, denyut nadinya melemah, dan,………
“PRITHAAAAAAAAA!!!!!!!” aku tak mampu melakukan apapun. Ia pergi. Menyusul Findha di sana. “TUHAAAAAAANNNN,…..”
“Innalillahi wa inna ilaihi roji’uun” ucapku pasrah. Ku kecup kenignya sebagai tanda kasih dan cintaku padanya. Mungkin adalah kesempatan terakhirku untuk dapat terus manatap mata bulatnya, mendekap erat tubuh kurusnya.
Angin sepoi-sepoi seakan tak mampu membawa duka ini pergi. Dinginnya Angin malam yang menusuk tulang, seakan tak mampu saingi kepedihan dan kepahitan hati ini. Pritha pergi. Separuh jiwa dan hatiku turut pergi bersamanya. Akankah semua cerita yang ada pun akan pergi bersamanya??
*******

Ummi dan Hatiku

 

Ummiy, Bila cinta adalah nafas, aku ingin hidup denganmu seabad. 



Bila cinta adalah keindahan, mataku tiada pernah bosan untuk memandangmu. 

Bila cinta adalah air mata, aku akan selalu tetap tersenyum 

agar engkau tahu Ummiy ..


Aku mencintaimu lebih dari yang kau tau..

 


Rumah Isteri-Isteri Nabi SAW


Ketika rombongan keluarga Nabi SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. sampai di Madinah, ketika itu Rasulullah SAW sedang membangun masjid dan ruangan-ruangan di sekeliling masjid itu. Lalu Nabi SAW menempatkan mereka di sebuah rumah milik Haritsah bin Nu'man ra. Rasulullah SAW menyempurnakan pernikahannya dengan 'Aisyah di ruangan itu. Dan Rasulullah SAW pun dikuburkan di tempat yang sama. Haritsah bin Nu'man memiliki beberapa rumah di sekitar masjid Nabawi. Apabila Rasulullah SAW menikahi seseorang, maka Haritsah akan pindah dari rumahnya demi beliau, sehingga akhirnya semua rumahnya digunakan untuk Rasulullah SAW dan istri-istri beliau. Nabi SAW membuat pintu masuk ke masjid meialui pintu kamar 'Aisyah. Sehingga diriwayatkan bahwa ketika beliau sedang beri'tikaf, beliau nienjengukkan kepalanya dari masjid lewat pintu 'Aisyah. lalu 'Aisyah mencuci kepala beliau sementara dia sedang haid.

Setelah perombakan demi perombakan, akhirnya rumah para istri Nabi SAW harus digusur pada masa Walid bin Abdul Malik. Abdullah bin Yazid berkata tentang kejadian penggusuran itu, "Aku melihat rumah-rumah istri Rasulullah SAW ketika dihancurkan oleh Umar bin Abdul Aziz pada masa kekhalifahan Walid bin Abdul Malik. Rumah-rumah itu disatukan dengan masjid. Rumah-rumah itu terbuat dari bata kering, dan ruangan-ruangannya dibuat dari batang pohon kurma yang disatukan dengan lumpur. Ada sembilan rumah dengan kamar-kamarnya. Rumah itu dimulai dari rumah 'Aisyah dengan pintu yang berhadapan dengan pintu kamar Rasulullah SAW, sampai rumah Asma' binti Hasan. Aku melihat rumah Ummu Salamah dan ruangan-ruangannya terbuat dari bata. Cucu laki-lakinya berkata, "Ketika Rasulullah SAW menyerang Dumatut jandal, Ummu Salamah membangun ruangan dengan bata. Ketika Rasulullah SAW datang dan melihat bata itu, beliau masuk menemui Ummu Salamah rha. dan bertanya, bangunan apa ini?' Dia menjawab, 'Ya Rasulullah SAW, aku ingin menghalangi pandangan orang'. Beliau SAW berkata, 'Wahai Ummu Salamah, hal terburuk bagi seorang Muslim dalam membelanjakan uangnya adalah untuk bangunan.'

Di antara makam dan mimbar, terdapat kamar-kamar istri Rasulullah SAW yang terbuat dari batang pohon kurma dengan pintu-pintunya yang ditutupi dengan kain wol hitam. Dan pada hari surat Walid bin Abdul Malik dibacakan, yang memerintahkan agar kamar, kamar istri-istri Rasulullah SAW tersebut disatukan dengan masjid Nabi, banyak orang yang menangis kehilangan. Sa'id bin Musayab rah.a. juga bercerita tentang hari itu, 'Demi Allah, aku berharap bahwa kamar-kamar itu dibiarkan sebagaimana adanya, sehingga orang-orang Madinah dan para pengunjung dari jauh bisa melihat seolah-olah Rasulullah SAW masih hidup. Hal itu termasuk bagian dari hal-hal yang akan memberi semangat kepada umat untuk menahan diri dari mencari dan menyibukkan diri atas sesuatu yang tidak berguna di dunia ini'.

lmran bin Abi Anas berkata, 'Di antara rumah-rumah itu ada empat buah rumah yang terbuat dari bata dengan kamar-kamar dari pohon kurma. Ada lima rumah dari batang pohon kurma dilapisi lumpur tanpa bata. Aku mengukur gordennya dan mendapati ukurannya tiga kali satu cubit, dan areanya itu sedemikian, lebih atau kurang. Sedangkan mengenai tangisan, aku bisa mengingat kembali diriku pada sebuah perkumpulan yang dihadiri sebagian sahabat Rasulullah SAW, termasuk Abu Salamah bin Abdurrahman, Abu Umamah bin Sahal, dan Kharijah bin Zaid. Mereka menangis sampai janggut mereka basah oleh air mata. Tentang hari itu Abu Umamah berkata, 'Seandainya mereka membiarkan dan tidak menghancurkannya sehingga orang-orang bisa menahan diri dari membangun bangunan dan mencukupkan dengan apa yang Allah ridhai pada Rasul-Nya walaupun kunci harta dunia di tangan beliau.'

(Sumber : http://azharjaafar.blogspot.com/2008/08/rumah-isteri-isteri-nabi-saw.html)

Muhajirin Anshor dan Salam

Dan orang-orang yang terdahulu; yang mula-mula dari orang-orang “Muhajirin” dan “Ansar” (berhijrah dan memberi bantuan), dan orang-orang yang menurut (jejak langkah) mereka dengan kebaikan (iman dan taat), Allah reda kepada mereka dan mereka pula reda kepada Nya, serta Dia menyediakan untuk mereka syurga-syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; itulah kemenangan yang besar. (Surah At-Taubah, Ayat 100)

 Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahawa Rasulullah s.a.w telah bersabda: "Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman hingga saling menyayangi antara satu sama lain. Mahukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan saling menyayangi antara satu sama lain? Sebarkanlah salam sebanyak-banyaknya diantara kalian" - (Muslim)

Bila Allah Berkehendak

Bila Allah berkehendak untuk mengadakan atau menciptakan sesuatu, Allah hanya mengucapkan satu perkataan yang bersifat perintah, iaitu 'kun', yang ertinya 'jadilah'. Dengan mengucapkan kata kata 'kun' itu, maka tercipta apa yang dikehendaki Allah.
Dengan cara begitu, maka terciptalah bumi dengan lautan dan daratannya, bergunung ganang dan jurang, lengkap dengan tumbuh tumbuhan dan segala jenis haiwannya. 

Terciptalah matahari dengan cahayanya yang terang benderang, bulan dengan sinarnya yang berkemilauan, dan bintang bintang dengan cahayanya yang gemerlapan. Semuanya beredar diangkasaraya dengan peredaran yang teratur, menurut sunnah (penetapan) Ilahi yang mencipta dan mengaturnya, tanpa cacat celanya.
Kemudian diciptakan Allah pula para Malaikat yang selalu patuh menjalankan segala perintah Allah yang menciptanya, mengerjakan ibadat dan tugas masing masing yang sudah ditetapkan Allah bagi mereka. Diantara mereka ada yang menjadi penjaga bumi, penjaga langit, menurunkan hujan, dan ada pula yang menjadi Pesuruh Allah, sebagai perantara antara Allah dengan makhlukNya. Dalam menjalankan berbagai tugas itu, mereka selalu bertasbih mensucikan Allah.
Setiap sesuatu yang kita lihat sekarang ini dahulunya belumlah ada, dahulu tidak ada manusia dan binatang, tidak ada tumbuh tumbuhan, tidak ada bumi matahari, bulan dan bintang. Dengan kudrat dan iradatNya Allah lalu menciptakan segala apa yang ada dan kita lihat sekarang ini. 

Diciptakan Allah langit dan bumi dan apa yang terdapat antara keduanya didalam waktu enam hari. Hari yang bukan bererti siang dan malam seperti yang lazim kita pergunakan sekarang ini. tetapi had yang bererti proses pertumbuhan atau masa, yang lamanya mungkin beribu ribu atau berjuta juta tahun lamanya

Gumilar berhentikan 7 Dekan di UI


JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak delapan orang pejabat di lingkungan Universitas Indonesia (UI) diberhentikan oleh Rektor UI Gumilar Rusliwa Soemantri. Mereka adalah tujuh orang dekan dan seorang kepala program pascasarjana. Informasi mengenai pemberhentikan delapan dekan ini dari surat elektronik dari Pelita UI atau organisasi perempuan lintas fakultas di UI.

Dalam surat elektronik tersebut disebutkan, tujuh dekan yang diberhentikan adalah Dekan Fakultas Ilmu Budaya (Bambang Wibawarta), Dekan fakultas Teknik (Bambang Sugiarto), Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (Bambang Wispriyono), Dekan fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (Adi Basukriadi), Dekan fakultas Kedokteran Gigi (Bambang Irawan), Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan (Dewi Irawaty), Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Bambang Shergi Laksmono) dan Ketua Program Pascasarjana (Chandra Wijaya).

Kompas.com mencoba mengkonfirmasi informasi ini kepada Kepala Kantor Komunikasi UI Siane Indriani, Kamis (1/8/2012). Siane membenarkan informasi tersebut, meski tak menyebutkan siapa saja delapan pejabat yang diakhiri masa tugasnya. Ia mengungkapkan, pemberhentian itu bukan atas nama pribadi rektor, melainkan keputusan Majelis Wali Amanat.

"Sesuai dengan masukan dari Majelis Wali Amanat UI," kata Siane, saat dihubungi hari ini.

Sebelumnya, Gumilar juga memberhentikan Dekan Fakultas Kedokteran UI Ratna Sitompul. Alasan pemberhentian Ratna karena dinilai telah selesai masa jabatannya dan dikembalikan ke lembaga asalnya, Kementerian Kesehatan. Pemberhentian Ratna ini sempat menuai protes dari Dewan Guru Besar UI yang meminta Gumilar menarik kembali surat pemberhentian Ratna, karena dinilai sebagai upaya rektor untuk menyusun barisan dalam pemenangan pemilihan rektor bulan Agustus mendatang.
"Rektor telah melakukan tindakan yang sangat tidak elegan, tidak taat asas dan melanggar kesepakatan tanggal 22 Desember 2011 untuk tidak mengambil keputusan strategis," ujar Ketua Dewan Guru Besar UI Prof Biran Affandy, Selasa (10/7/2012), di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Ada pun, pemberhentian para dekan ini disinyalir karena kevokalan mereka atas kepemimpinan Gumilar. Meski pun, pihak universitas membantah hal tersebut.

~EIGHT LIES OF A MOTHER~


1.The story began when I was a child;
I was born as a son of a poor family.
Even for eating, we often got lack of food.
Whenever the time for eating, mother often gave me her portion of rice.
While she was removing her rice into my bowl,
she would say "Eat this rice, son. I'm not hungry".
That was Mother's First Lie.

2.When I was getting to grow up,
the persevering mother gave her spare time for fishing in a river near our house,
she hoped that from the fishes she got,
she could gave me a little bit nutritious food for my growth.
After fishing, she would cook the fishes to be a fresh fish soup,
which raised my appetite. While I was eating the soup,
mother would sit beside me and eat the rest meat of fish,
which was still on the bone of the fish I ate.
My heart was touched when I saw it.
I then used my chopstick and gave the other fish to her.
But she immediately refused it and said "Eat this fish, son.
I don't really like fish."
That was Mother's Second Lie.

3.Then, when I was in Junior High School,
to fund my study,
mother went to an economic enterprise to bring some used-matches boxes that would be stuck in.
It gave her some money for covering our needs.
As the winter came,
I woke up from my sleep and looked at my mother who was still awoke,
supported by a little candlelight and within her perseverance she continued
the work of sticking some used-matches box.
I said, "Mother, go to sleep, it's late,
tomorrow morning you still have to go for work.
" Mother smiled and said "Go to sleep,
dear. I'm not tired."
That was Mother's Third Lie.

4.At the time of final term,
mother asked for a leave from her work in order to accompany me.
While the daytime was coming and the heat of the sun was starting to shine,
the strong and persevering mother
waited for me under the heat of the sun's shine for several hours.
As the bell rang, which indicated that the final exam had finished,
mother immediately welcomed me and poured me a glass of tea
that she had prepared before in a cold bottle..
The very thick tea was not as thick as my mother's love,
which was much thicker. Seeing my mother covering with perspiration,
I at once gave her my glass and asked her to drink too.
Mother said "Drink, son. I'm not thirsty!".
That was Mother's Fourth Lie.

5.After the death of my father because of illness,
my poor mother had to play her role as a single parent.
By held on her former job, she had to fund our needs alone.
Our family's life was more complicated. No days without sufferance.
Seeing our family's condition that was getting worse,
there was a nice uncle who lived near my house came to help us,
either in a big problem and a small problem.
Our other neighbors who lived next to us saw that our family's life was so unfortunate,
they often advised my mother to marry again. But mother,
who was stubborn, didn't care to their advice,
she said "I don't need love.."
That was Mother's Fifth Lie.

6.After I had finished my study and then got a job,
it was the time for my old mother to retire.
But she didn't want to; she was sincere to go to the marketplace every morning,
just to sell some vegetable for fulfilling her needs.
I, who worked in the other city, often sent her some money to help her in fulfilling her needs,
but she was stubborn for not accepting the money.
She even sent the money back to me.
She said "I have enough money."
That was Mother's Sixth Lie.

7.After graduated from Bachelor Degree,
I then continued my study to Master Degree.
I took the degree, which was funded by a company through a scholarship program,
from a famous University in America .
I finally worked in the company. Within a quite high salary,
I intended to take my mother to enjoy her life in America .
But my lovely mother didn't want to bother her son,
she said to me "I'm not used to."
That was Mother's Seventh Lie.

8.After entering her old age,
mother got a flank cancer and had to be hospitalized.
I, who lived in miles away and across the ocean,
directly went home to visit my dearest mother.
She lied down in weakness on her bed after having an operation.
Mother, who looked so old, was staring at me in deep yearn.
She tried to spread her smile on her face;
even it looked so stiff because of the disease she held out.
It was clear enough to see how the disease broke my mother's body,
thus she looked so weak and thin.
I stared at my mother within tears flowing on my face.
My heart was hurt, so hurt, seeing my mother on that condition.
But mother, with her strength, said "Don't cry, my dear.
I'm not in pain."
That was Mother's Eight Lie

After saying her eighth lie, She closed her eyes forever!

Delapan Kebohongan Seorang Ibu Dalam Hidupnya


Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia.

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : "Makanlah nak, aku tidak lapar" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk di sampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata :"Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja." Ibu tersenyum dan berkata :"Cepatlah tidur nak, aku tidak capek" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi menandakan ujian sudah selesai, Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : "Minumlah nak, aku tidak haus!" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : "Saya tidak butuh cinta" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : "Saya punya duit" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku "Aku tidak terbiasa" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : "Jangan menangis anakku, aku tidak kesakitan" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : " Terima kasih ibu ! " Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah.
Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi. Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian hari.

Ummi.. I Always Love You..

Rabu, 01 Agustus 2012

Soldier Of Islam

 Ini dia mbak-mbak SOI yang setia menemani perjuanganku di Ma'had Bina Umat yang tercinta Ini.
Ada Jeng EM, Mbak Andro, Mbah Fidut, Jeng Anis, Neng Alda, Mancil, Ephol(kembaranku, karena di sana aq dipanggil Opheel), Nabil, Mpok Sherlly, Jeng Indri, Zizi, Mbak Dwi
Aku dan Mereka

jakarta ,,,i'm comin9...

akhirnya setelah bermusyawarah dengan seluruh anggota keluarga besarku,,,
ciye..
jalanku terbentang menuju lipia...
bismillah ja...

awalnya aq gag boleh pergi ke kota yang tak tahu rimbanya,,,< maksud lokh>
maksudq mana pernah aq ke kota ini?
harus sendirian pula?
yah,namanya juga udah anak yang memiliki tekad sedingin es di kutub selatan..
mental sekeras baja,,,
satu kata yang keluar dari mulut bundaq terchaiyank,,,
boleh!!!!!
dengan berbekal satu tas gedhe doank ma tas pinggang lah ,,,
berangkatlah aq dianterin ma bunda and ayah yang puaaallling aq chaiyank di dunia ini ke bandara syamsuddin noor...
jam 9 pagi, lion air yang kutumpangi melesat cepat ke udara,,huft!gag da yang bisa diajak ngobrol!!
sampingku c0wok-cowok,,,

ngebetein banged gag sie?untungnya aq duduk di samping jendela. yah meskipun cuman bisa lied warna putih-putih doank...

haha,yang penting terbang!!!

wuiiih!!gedhe bgd euy bandara soekarno-hatta!!
gpp, dikira org udik,,yang jelas it's me,,
haha,tempat pengambilan bagasinya aja banyak banged. oya,satu hal lagy kesan aq pertama kali d jkt, nunggu bagasinya aja lamanya minta ampyun>.<
Nah itu dia tasku, kuambil dengan rasa percaya diri tinggi banged ampe ke langit< ni mah alllaaay,,>
abiz ntu ,aq keluar nyari bis damri jurusan pasar minggu,

abiz ntu sante aja,,ada temen yang bakalan jemput aq di sana,,
jadi wad para fanzq, aq gag akan ilank di jantung kota yang gedhe ini koq,,^_^

kesan selanjutnya,
kota yang full begete!!!
klakson bising memekakkan telinga, 
aq cuman bisa merenungi nasib perjalanq yang sendirian ini...hikz...hikz..
cukup lama juga di dalam bis< ya iyalah di dalam masa di atapnya bis >.

satu hal yang aq lupa!!!
klo aq lagy gag mood naek bis,,aq bakalan mabuk









so amazing!!!
aku gag nyangka banged bisa datang